Minggu, 03 Februari 2019

Renungan Katolik Hiduplah Seperti Anak Kecil



HIDUPLAH SEPERTI ANAK KECIL

sumber: http://resim-indir.sayt.im/sep-oglan-ucun/

“Hiduplah seperti anak kecil!” Itulah salah satu pesan dari injil (Mat 18:1-5). Beberapa orang sering menganggap remeh pada anak kecil terutama budaya lama dari NTT. Beberapa budaya lama di NTT sama sekali tidak bisa menerima pendapat atau masukan dari orang muda apalagi anak kecil, malahan perbuatan seperti ini dianggap tidak sopan. Jangankan memberi pendapat dan masukan, duduk bersama dengan orang dewasa juga tidak bisa karena dianggap tidak sopan.
 Di dalam kitab suci Yesus menggunakan anak kecil sebagai cermin kehidupan yang baik (bdk. Mat 18:2-5) bukan hanya Yesus yang mengungkapkan hal ini tetapi Bunda Maria juga mengungkapkan demikian jika dilihat dalam arti luas (bdk. Luk 1:52). Ungkapan dari Yesus dan Bunda Maria secara tidak langsung menegaskan kembali apa yang dikatakan Allah kepada Samuel ketika hendak mengurapi Daud anak Isai menjadi raja. Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” (1 Sam 16:7).
Kehidupan anak-anak sungguh menjadi cermin bagi orang-orang yang ingin hidup dengan baik. Tanpa disadari ada tiga hal menarik yang bisa ditiru dari anak-anak;
1.      Mereka besikap polos atau jujur.
Anak kecil pada umumnya bersifat polos dan tidak bisa berbohong. Mereka selalu mengatakan apa adanya. Di zaman ini sangat sulit menemukan orang yang jujur. Sikap jujur selalu mendapat tantangan yang luar biasa sehingga beberapa orang tidak bisa menerapkan sikap ini karena lebih memilih kebahagian profan dibandingkan kebahagiaan surgawi. Semua hal baik akan kita peroleh jika kita mencari kerajaan Allah terlebih dahulu (bdk. Mat 6:33).
2.      Mereka tidak pernah menghandalkan kemampuan diri sendiri.
Dunia kanak-kanak merupakan dunia bermain. Bermain bersama teman-teman terkadang menimbulkan pertengkaran sehingga muncul sebuah ungkapan yang masih ada sampai saat ini yaitu; “Kasih tahu kau bapakku” atau “Kasih tahu kau mamaku”. Ungkapan tersebut menggambarkan secara jelas bahwa anak-anak tidak menghadalkan kemampuan diri sendiri. Sebagai anak Allah kita seharusnya sadar bahwa segala kemampuan dan kuasa yang kita miliki adalah milik Tuhan sehingga kita bisa menjadi pribadi yang sungguh menghandalkan Tuhan.
3.      Mereka tidak pernah meragukan orang tua (sungguh beriman).
Aku belum pernah melihat anak yang bimbang terhadap hidupnya dengan berpikir apa yang akan dimakan dan diminum pada hari ini karena mereka tidak pernah meragukan orang tuanya. Kehidupan mereka memperlihatkan cara beriman yang sesungguhnya pada Allah dalam menempuh perjalanan kehidupan.
            Dari tiga hal tersebut aku dapat melihat bahwa berjalan di jalan menjawab panggilan Tuhan perlu ada kejujuran, menghandalkan Tuhan dan percaya pada Tuhan. Jujur merupakan aspek yang sangat penting terutama jujur dengan diri sendiri. Jujur dengan diri sendiri bukanlah hal yang mudah karena harus menerima dan menyukuri diri apa adanya terlebih dahulu. Sesudah mengenal dan menerima diri secara mendalam, barulah bisa melangkah dengan yakin namun tetap menghandalkan Tuhan dan percaya pada Tuhan seperti anak kecil yang menghandalkan dan percaya pada orang tuanya.
SUMBER
KITAB SUCI
Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2015.


EmoticonEmoticon