Nama
kijang tak asing lagi bagi masyarakat kota dan masyarakat di pedalaman karena di pedalaman
ada binatang kijang sedangkan di kota ada mobil yang bermerek kijang. Aku merupakan
salah satu pribadi yang mengenal nama kijang dari mobil yang bermerek kijang karena aku belum
pernah melihat hewan kijang yang sesungguhnya kecuali melalui media cetak dan
elektronik setelah tiga bulan selesai dari bangku SMA. Kijang adalah hewan mamalia
atau hewan yang menyusui. Kijang menjadi salah satu hewan yang
dibutuhkan dalam dunia medis karena dagingnya
bersifat kering dan panas. Ia dijadikan sebagai
obat untuk menyembuhkan orang yang sering mengeluarkan
keringat atau biasa disebut dengan paru-paru basah. Penyakit ini merupakan
sejenis penyakit yang aneh karena pengidap penyakit ini sering mengeluarkan
keringat meskipun dalam keadaan dingin maupun tidak melakukan aktivitas berat[1].
Namun tak pernah aku ketahui bahwa di
dalam kitab suci yang digunakan oleh gereja katolik (Alkitab Deuterokanonika)
terdapat banyak jenis hewan yang ditulis di dalamnya dan salah satunya adalah hewan kijang. Terdapat delapan belas
kata kijang yang dituliskan di dalam kitab suci. kitab suci memaparkan dalam
bentuk tulisan bahwa hewan kijang adalah hewan yang bisa dimakan oleh semua
orang. “Tetapi engkau juga boleh menyembelih
dan memakan daging sesuka hatimu, sesuai dengan berkat Tuhan, Allahmu,
yang diberikan -Nya kepadamu di segala tempatmu. Orang najis ataupun orang
tahir boleh memakannya, seperti juga daging kijang atau daging rusa” (Ul
12:15). Itulah salah satu ayat yang memaparkan bahwa hewan kijang bisa dimakan
oleh semua orang. Meskipun hewan kijang bisa dimakan namun tidak pernah
dijadikan sebagai hewan korban persembahan bagi Tuhan. Kitab suci hanya
memaparkan hewan kijang sebagai makanan dan simbol-simbol.
Simbol pertama dari hewan kijang yang
digambarkan di dalam kitab suci adalah kecepatan. Simbol ini digambarkan di dalam
dua kitab yang dituliskan sebagai berikut;
1. “Ketika anak laki-laki Zeruya, yakini Yoab, Abisai dan Asael
ada di sana; Asael cepat larinya seperti kijang di padang.” (2 Sam 2:18).
2. “ Juga dari orang Gad ada yang memisahkan diri dan pergi
kepada Daud ke kubu di padang gurun, yakini pahlawan-pahlawan yang gagah
perkasa, orang-orang yang sanggup berperang, yang pandai menggunakan perisai
dan tombak, dan rupa mereka seperti singa dan cepatnya seperti kijang di atas
pegunungan.” (1 Taw 12:8).
Kedua ayat tersebut berbeda konteks namun
sama dari segi arti simbol hewan kijang. Keduanya mengartikan atau
mengumpamakan kecepatan anak zeruya (Asael) dan kecepatan pahlawan-pahlawan
yang gagah perkasa sama dengan kecepatan hewan kijang. “Cepat” merupakan kata
kunci dari simbol hewan kijang di dalam kedua teks tersebut.
Simbol yang kedua menggambar cinta antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan. Dengan kata lain hubungan cinta ini
terjadi antara dua pasangan yang berbeda kelamin. Hewan kijang menjadi simbol
percintaan karena hewan ini suka berahi[2]. Kitab suci
juga memaparkan hewan kijang sebagai simbol pujian yang diberikan oleh seorang
laki-laki kepada seorang perempuan. Contoh pujian yang dituliskan di dalam
kitab suci adalah;
1. “Rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya
selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya.” (Ams
5:19)
2. “Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar
kijang yang tengah makan rumput di tengah-tengah bunga bakung.” (Kid 4:5).
3. “ Seperti dua anak rusa buah dadamu, seperti anak kembar
kijang.” (Kid 7:3).
Ayat-ayat tersebut memberikan gambaran yang
sangat jelas bagaimana hewan kijang digunakan sebagai perumpamaan untuk memuji
seorang perempuan. Meskipun gambarannya adalah hal yang masuk dalam zona usia
dewasa. Namun cara berpikir kita yang menentukan apakah ianya bersifat positif
atau negatif. Cara berfikir kita akan membentuk diri kita untuk menjadi orang
baik ataupun sebaliknya. Tujuan hidup adalah menjadi orang baik. Dengan berpikir
postif kita akan membangun diri kita seumpama membangun istana yang indah.
SUMBER
KITAB SUCI
Alkitab
Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2015.
SUMBER BUKU UTAMA
Lede, Noberthus. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
SUMBER BUKU PENINJANG
Nuraeni, Dini Nuris. Dahsyatnya Pengobatan Hewan. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2013.
EmoticonEmoticon