|
SUMBER: http://www.ubaya.ac.id/en/ubaya/articles_detail/57/The-Bear--Teddy-Bear--and-Ted-are-not-for-Children.html |
Drama Terlupakan
Kuma : Namaku Kuma, aku memiliki seorang
sahabat yang sangat baik padaku. Dia selalu ada di saat aku sedih, senang,
bahkan aku juga selalu ada ketika dia merasakan hal yang sama. Dia selalu
menemani ku, meskipun itu hujan, terik, atau badai sekali pun. Dia sangat baik,
ramah, perhatian, dan juga jujur. Aku merasa bahwa aku adalah mahluk yang
paling berbahagia di dunia ini. Namun, tiba-tiba dia pergi begitu saja
meninggalkan ku setelah dia menemukan temannya yang baru.
(Cerita mengalami flashback)
Kuma :Saat itu, aku sedang bermain bersama dia
seperti biasa di teras rumah sore hari.
Fika :Kuma, hari ini kita main masak-masakan, yah?
Kuma :Tapi aku sudah kenyang.
Fika :Terus kamu mau main apa?
Kuma :Aku mau duduk aja seperti ini sama kamu.
Fika :
Iih, tapi kan ngebosenin kalau begini doang.
Kuma :
Tapi aku nggak merasa bosan.
Fika :
Kok kamu egois, sih?
Kuma :
Aku tidak egois.
Fika :
Itu buktinya, kamu lebih memilih kemauanmu daripada kemauan ku.
Kuma :
Tapi selama ini aku selalu menuruti permintaanmu, Fika.
Fika :
Kamu menyebalkan! (Berdiri meninggalkan Kuma)
Kuma :
Apakah aku salah?
Kuma : Pada saat itu, Fika pergi meninggalkan
ku begitu saja. Itu adalah pertama kalinya dia meninggalkan ku. Perasaanku
sangat hancur karena Fika tidak pernah meninggalkan ku meskipun ia kesal dengan
ku.
Mama Fika : Loh, kok Kuma ada di sini?
Fika :
Biar aja mah, Fika sedang menghukum Kuma.
Mama Fika : Kenapa dihukum?
Fika :
Kuma terlalu egois, Ma. Dia gak pernah mau denger Fika.
Mama Fika : Udah, kasian tuh Kuma. Kamu harus belajar dewasa dong, Fika.
Fika :
Fika udah dewasa, Ma.
Mama Fika : Mana buktinya? Kuma aja masih kamu hukum, itu berarti kamu
masih belum dewasa.
Fika :
Udah deh, Fika akan maafin Kuma. Lagipula bentar lagi mau ultahnya Fika, jadi
Fika gak mau cari masalah.
Mama Fika : Gitu baru anak mama yang dewasa.
Kuma : Waktu berlalu, meskipun dia marah
kepadaku, Fika tetap bermain dengan ku. Aku tahu bahwa dia masih menyayangi ku.
Kuma :
Fika!
Fika :
Ada apa, Kuma?
Kuma :
Selamat ulang tahun, Fika!
Fika :
Makasih, Kuma! Kamu yang pertama menyampaikannya.
Kuma :
Benarkah?
Fika :
Iya, aku seneng banget Kuma. Kamu memang spesial buatku.
Kuma :
Tentu saja, Fika. Aku selalu ada untukmu.
Mama Fika : Fika! Selamat ulang tahun, sayang!
Fika :
Mama!
Mama Fika : Aduhh, anak mama makin besar. Gak kerasa bentar lagi anak
mama udah jadi tuan putri.
Fika :
Jangan gitu dong, Ma. Fika akan tetap jadi anak mama yang paling disayangi.
Mama Fika : Iya, dong. Oh iya, ini mama ada bawa hadiah buat mu. (Memberi
kado yang cukup besar kepada Fika)
Fika :
Benarkah? Wahh, senangnya.
Mama Fika : Ini buat anak mama supaya dia nggak bosan.
Fika :
Makasih maa, Fika seneng banget.
Mama Fika : Iya, udah mama jalan lagi ya. Mama harus pergi kerja lagi,
bye!
Fika :
Bye!
Kuma : Saat itu, Fika pun membuka kado tersebut
dengan mata yang menyala-nyala bak seekor elang yang sedang mengintai
mangsanya. Ketika kado itu terbuka, muncullah sosok boneka yang sangat bagus di
hadapanku. Boneka dengan model yang selalu diinginkan oleh Fika sejak kecil.
Fika :
Wah, boneka! Ini boneka yang ku inginkan, makasih, maa!
Kuma :
Wah, boneka tersebut bagus sekali.
Fika :
Bener kan, Kuma? Mama memang hebat.
Kuma :
Lalu, kita apakan boneka tersebut?
Fika :
Tentu saja bermain dengannya. Aku akan memberinya nama.
Kuma :
Siapakah namanya?
Fika :
Hmmm... kalau dilihat dari penampilannya, aku akan memberinya nama yang lucu.
Rilla! Itu namanya.
Kuma :
Rilla?
Fika :
Iya, aku memberinya nama Rilla, lucu kan?
Kuma :
Iya, tentu saja.
Fika :
Nah, Rilla ini Kuma. Kuma, ini Rilla. Kalian jangan bertengkar, ya.
Kuma : Kupikir dengan adanya Rilla hidupku
menjadi semakin ramai. Ternyata yang terjadi malah sebaliknya. Rilla memiliki
penampilan yang lebih menarik daripada diriku sehingga Fika selalu asyik
bermain dengannya dan melupakan ku. Fika terus dan terus bersama dengan Rilla
dan meninggalkan ku di sini bersama dengan barang-barang lainnya yang sudah
tidak ia gunakan lagi. Perlahan-lahan, debu mulai menutupi diriku. Pandanganku
sudah mulai kabur tertutup oleh debu. Andai aku dapat menangis, maka akan
kubersihkan debu ini dengan air mataku. Sayangnya aku tidak dapat berbuat apa-apa,
debu ini semakin banyak, semakin lebat, menguburku dalam kesepian, kesunyian,
dan kesendirian. Aku TERLUPAKAN.
TAMAT