Jumat, 21 April 2017

KARANGAN IMAN DAN PERUTUSAN SEMINARI MENENGAH SANTO YOSEF

NAMA: JENELY DINUS PATI

KARANGAN SISWA SEMINARI MENENGAH SANTO YOSEF TARAKAN

JUDUL"KARANGAN IMAN DAN PERUTUSAN"



       Iman adalah sikap seseorang yang percaya terhadap orang yang sungguh bisa dipercaya dan dapat menjadi handalan. Sikap percaya memang sangat sulit terjadi secara total. Dalam katolik iman adalah percaya kepada Allah Bapa, Allah Putera, Allah Roh Kudus dan Gereja Katolik yang satu, kudus dan apostolik. Kepercayaan total dalam katolik sudah terbukti melalui teladan para santo dan santa, terutama para santo dan santa yang telah menjadi martir.
Dalam perayaan ekaristi, ungkapan iman katolik adalah syahadat para rasul. Syahadat para rasul merupakan ungkapan dalam memperbarui iman kepercayaan. Iman sangat mudah dipraktekkan melalui kata-kata, namun iman menjadi mati atau tak berarti jika tanpa disertai perbuatan. Iman sangat jelas tergambar dalam perbuatan kita sehari-hari.
Dalam katolik, iman menjadi tolak ukur kedewasaan seseorang. Iman seseorang dikatakan dewasa apabila telah menerima sakramen krisma. Sakramen krisma tergolong dalam sakramen inisiasi. Sakramen inisiasi terdiri atas sakramen baptis, sakramen ekaristi, dan sakramen krisma. Sakramen baptis adalah sakramen yang diterima oleh seseorang sebagai tanda bahwa orang tersebut telah menjadi anggota gereja yang sah, bersih dari dosa asal, dan menjadi manusia baru serta menjadi anak Allah dan ahli waris kerajaan surga. Sakramen ekaristi adalah sakramen yang sungguh agung bagi saya, karena dalam penerimaan sakramen ekaristi kita menerima Yesus Kristus dalam diri kita dan kita menjadi satu dengan Yesus Kristus melalui tubuh dan darah-Nya yang kita terima dalam rupa roti dan anggur. Ketika kita telah menerima sakramen ekaristi, kita menjadi tabernakel Tuhan Yesus Kristus karena tubuh dan darah-Nya yang telah kita terima, mendiam dan tinggal serta bersatu dengan tubuh kita. Setelah menjadi tabernakel Tuhan Yesus Kristus, kita didewasakan atau dikuatkan  dengan sakramen krisma sebagai tanda turunya Roh Kudus dalam diri kita. Setelah kita menerima sakramen krisma, kita mempersiapkan diri dengan sungguh dalam memilih satu sarkramen dari antara dua sakramen yaitu, sakramen perkawinan atau sakramen imamat sebagai bentuk perutusan atau pelayanan dalam dunia.

    Jika kita memilih sakramen perkawinan, maka pewartaan kita hadir dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga kita harus bisa menjadi terang, garam, dan ragi bagi keluarga-keluarga yang berada di sekitar kita melalui kehidupan yang bahagia, rukun, makmur, dan harmonis serta memperjuangkan atau memperkuat iman dengan cara turut berpartisipasi dalam setiap kegiatan rohani seperti doa lingkungan, koor di gereja, pendalaman iman, kerja bakti di gereja dan lain-lain. Dalam perkawinan katolik harus ada persiapan perkawinan. Pada dasarnya persiapan perkawinan dalam gereja katolik adalah sebuah proses panjang, bertahap dan sinambung, yang berawal dari pengenalan terhadap panggilan hidup umat beriman. Tujuan dari proses ini agar umat beriaman mendapat pengajaran mengenai makna perkawinan kristiani serta tugas suami-istri. Oleh itu gereja membagi persiapan perkawinan menjadi persiapan jauh, persiapan dekat dan persiapan langsung.

    “Persiapan jauh adalah hidup perkawinan dan keluarga yang sudah harus diberikan kepada kanak-kanak, remaja, dan kaum muda. Persiapan ini dilakukan dalam lingkungan keluarga sendiri oleh orang tua, di sekolah dan lewat pembinaan-pembinaan.” (Alf. Catur Raharso Pr, Paham Perkawianan dalam Hukum Gereja Katolik, 2006, Hal. 252). Sejak kecil anak-anak sudah harus diarahkan untuk menemukan jati-diri mereka sendiri, yang dihiasi dengan kehidupan jiwa yang kompleks serta kepribadian yang unik dengan segala kelebihan dan kekurangan. Masa kanak-kanak adalah saat untuk membentuk kepribadian mereka. Persiapan ini bisa diwujudkan dengan khotbah dan pembinaan-pembinaan yang sesuai dengan tahap usia mereka.

    “Persiapan dekat diberikan pada pasangan muda-mudi yang sudah bertunangan dan sedang mempersiapkan diri ke jenjang perkawinan. Tahap ini biasa disebut dengan “Kursus Persiapan Perkawinan”, yang bertujuan agar mereka memiliki pengetahuan mengenai ajaran moral yang benar tentang perkawinan dan keluarga, serta mendapat pembinaan hati nurani.” (Alf. Catur Raharso Pr, Paham Perkawianan dalam Hukum Gereja Katolik, 2006, Hal. 254). Kursus perkawinan biasanya didampingi oleh ahli di bidang medis, hukum, keluarga berencana, dan pasangan suami-istri kristiani. Namun yang paling utama adalah  kesaksian hidup berkeluarga dari pasangan suami istri kristiani mengenai kehidupan keluarga yang penuh konflik dan penderitaan, namun membahagiakan jika dijalani dalam kesetian dan kerendahan hati. Kursus tidak pernah diwajibkan sedemikian sehingga pasangan yang tidak mengukuti kursus tidak berhak untuk dinikahkan. Calon pengantin yang tidak bisa mengikuti kursus persiapan perkawinan tidak bisa dihalangi untuk menikah.

    “Persiapan langsung merupakan persiapan tahap akhir, yang dilakukan pada bulan atau minggu-minggu terakhir sebelum perayaan sakramen perkawinan. Persiapan ini merupakan satu-satunya persiapan bagi pasangan yang karena alasan wajar tidak bisa mengikuti seluruh proses persiapan sejak awal.” (Alf. Catur Raharso Pr, Paham Perkawianan dalam Hukum Gereja Katolik, 2006, Hal. 256).

    Jika memilih sakramen imamat berarti memilih hidup selibat yaitu, hidup dalam tiga kaul. Kaul-kaul tersebut adalah kaul kemiskinan, kaul kemurnian, dan kaul ketaatan. “Kaul kemiskinan adalah pelepasan sukarela hak atas milik atau penggunaan milik tersebut dengan maksud untuk menyenangkan Allah.” (Diterjemhkan oleh Ernest Mariyanto, Buku Harian Santa Faustina, 2012, Hal. 81). Semua harta milik dan barang-barang menjadi milik Kongregasi, atau tarekat. Biarawan/wati tidak lagi memiliki hak atas apa saja yang diberikan kepada mereka, entah barang atau entah uang. Semua derma dan hadiah, yang barangkali diberikan kepada mereka sebagai ungkapan terima kasih atau ungkapan lain apa pun, menjadi hak Kongregasi. Dalam kaul kemiskinan, biarawan/wati harus bisa hidup apa adanya. “Kaul kemurnian mewajibkan manusia lepas dari perkawinan dan menghindari segala sesuatu yang dilarang oleh perintah keenam dan kesembilan. Setiap kesalahan melawan keutamaan kemurnian juga merupakan pelanggaran terhadap kaul kemurnian sebab di sini tidak ada perbedaan antara kaul kemurnian dan keutamaan kemurnian, tidak seperti dalam kaul kemiskinan dan kaul ketaatan.” (Diterjemhkan oleh Ernest Mariyanto, Buku Harian Santa Faustina, 2012, Hal. 83). Dalam kaul kemurnian sangat ditekankan untuk tidak menikah melainkan memberi diri secara total dalam pealayan dan pewartaan. “Kaul Ketaatan lebih tinggi daripada dua kaul yang pertama. Sebab, kaul ketaatan adalah suatu kurban, dan ia lebih penting karena ia membangun dan menjiwai tubuh religius.” (Diterjemhkan oleh Ernest Mariyanto, Buku Harian Santa Faustina, 2012, Hal. 85). Dengan kaul ketaatan biarawan/wati berjanji pada Allah untuk taat kepada para pimpinan yang sah dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan demi peraturan. Kaul ketaatan membuat biarawan/wati bergantung kepada pimpinan atas dasar peraturan-peraturan sepanjang hayatnya dan dalam segala urusannya.

    Pada akhirnya perutusan adalah pilihan status hidup dalam memperjuangkan dan mewartakan iman yang harus diperjuangkan hingga nafas terhenti. Apa yang kita pilih harus kita tuntaskan. Pilihan memang sangat sulit maka harus dipertimbang secara matang.


BACA JUGA KARANGAN BERIKUT INI KLIK DISINI

BACA JUGA KARANGAN PUISI BERIKUT INI KLIK DISINI


EmoticonEmoticon